Bentuk-bentuk Badan Usaha Secara Hukum
Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Perseorangan adalah
bentuk usaha yang paling sederhana. Pemilik Perusahaan Perseorangan hanya satu
orang dan pembentukannya tanpa izin serta tata cara yang rumit – misalnya
membuka toko kelontong atau kedai makan. Biasanya Perusahaan Perseorangan dibuat
oleh pengusaha yang bermodal kecil dengan sumber daya dan kuantitas produksi
yang terbatas. Bentuk usaha jenis ini paling mudah didirikan, seperti juga
pembubarannya yang mudah dilakukan – tidak memerlukan persetujuan pihak lain
karena pemiliknya hanya satu orang. Dalam Perusahaan Perseorangan tanggung
jawab pemilik tidak terbatas, sehingga segala hutang yang timbul pelunasannya
ditanggung oleh pemilik sampai pada harta kekayaan pribadi – seperti juga
seluruh keuntungannya yang dapat dinikmati sendiri oleh pemilik usaha.
Persekutuan Perdata
Jika Anda merasa bisnis
perseorangan Anda telah berkembang dan perlu mengembangkannya lebih lanjut,
maka saatnya Anda mencari partner bisnis baru untuk meningkatkan Perusahaan
Perseorangan itu menjadi Persekutuan Perdata. Persekutuan Perdata diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut pasal 1618 KUH
Perdata, Persekutuan Perdata merupakan “suatu perjanjian di mana dua orang atau
lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan
maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Menurut pasal tersebut
syarat Persekutuan Perdata adalah adanya pemasukan sesuatu ke dalam persekutuan
(inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut.
Suatu Persekutuan Perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang
mendirikannya. Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan sesuatu
(modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan (keuntungan)
kemudian dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian. Perjanjian Persekutuan
Perdata dapat dibuat secara sederhana, tidak memerlukan proses dan tata cara
yang rumit serta dapat dibuat berdasarkan akta dibawah tangan – perjanjian
Persekutuan Perdata bahkan dapat dibuat secara lisan.
Persekutuan Firma
Persekutuan dengan Firma merupakan
Persekutuan Perdata dalam bentuk yang lebih khusus, yaitu didirikan untuk
menjalankan perusahaan, menggunakan nama bersama, dan tanggung jawab para
pemilik Firma – yang biasa disebut “sekutu” – bersifat tanggung renteng. Karena
Firma merupakan suatu perjanjian, maka para pemilik Firma – para sekutu Firma –
harus terdiri lebih dari satu orang. Dalam Firma masing-masing sekutu berperan
secara aktif menjalankan perusahaan, dan dalam rangka menjalankan perusahaan
tersebut mereka bertanggung jawab secara tanggung rentang, yaitu hutang yang
dibuat oleh salah satu sekutu akan mengikat sekutu yang lain dan demikian
sebaliknya – pelunasan hutang Firma yang dilakukan oleh salah satu sekutu
membebaskan hutang yang dibuat oleh sekutu yang lain. Tanggung jawab para
sekutu tidak hanya sebatas modal yang disetorkan kedalam Firma, tapi juga
meliputi seluruh harta kekayaan pribadi para sekutu. Jika misalnya kekayaan
Firma tidak cukup untuk melunasi hutang Firma, maka pelunasan hutang itu harus
dilakukan dari harta kekayaan pribadi para sekutu.
Karena pada dasarnya Firma
merupakan bentuk Persektuan Perdata, maka pembentukan Firma harus dilakukan
dengan perjanjian. Menurut pasal 22 KUHD – Kitab Undang-undang Hukum Dagang –
perjanjian Firma harus berbentuk akta otentik – akta notaris. Meski harus
dengan akta otentik, namun ketiadaan akta semacam itu tidak dapat menjadi
alasan untuk merugikan pihak ketiga. Dengan demikian suatu Firma dapat dibuat
dengan akta dibawah tangan – bahkan perjanjian lisan – namun dalam proses
pembuktian di pengadilan misalnya, ketiadaan akta otentik tersebut tidak dapat
digunakan oleh para sekutu sebagai alasan untuk mengingkari eksistensi Firma.
Setelah akta pendirian Firma dibuat, selanjutnya akta tersebut wajib
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum di mana Firma
itu berdomisili.
Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschaap/CV)
Pada prinsipnya Persekutuan
Komanditer adalah Persekutuan Firma – perkembangan lebih lanjut dari Persekutuan Firma. Jika Firma hanya
terdiri dari para sekutu yang secara aktif menjalankan perusahaan, maka dalam
Komanditer terdapat sekutu pasif yang hanya memasukan modal. Jika sebuah Firma
membutuhkan tambahan modal, misalnya, Firma tersebut dapat memasukan pihak lain
sebagai sekutu baru yang hanya memasukan modalnya tapi tidak terlibat secara
aktif dalam menjalankan perusahaan. Dalam hal ini, sekutu yang baru masuk
tersebut merupakan sekutu pasif, sedangkan sekutu yang menjalankan perusahaan
adalah sekutu aktif. Jika sekutu aktif
menjalankan perusahaan dan menanggung kerugian sampai harta kekayaan
pribadi, maka dalam Komanditer tanggung jawab sekutu pasif terbatas hanya pada
modal yang dimasukannya kedalam perusahaan – tidak meliputi harta kekayaan
pribadi sekutu pasif.
Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham. Sebagai badan hukum, sebuah PT dianggap layaknya orang-perorangan secara
individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan
sendiri dan dapat menuntut serta dituntut di muka pengadilan. Untuk
menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus mengikuti tata
cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Sebagai persekutuan modal, sebuah
PT didirikan oleh para pendiri yang masing-masing memasukan modal berdasarkan
perjanjian. Modal tersebut terbagi dalam saham yang masing-masing saham
mempunyai nilai yang secara keseluruhan menjadi modal perusahaan. Tanggung
jawab para pendiri PT adalah sebatas modal yang disetorkan ke dalam PT dan
tidak meliputi harta kekayaan pribadi mereka. Menurut UU PT, Modal PT terbagi
atas Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal Disetor. Modal Dasar adalah modal
keseluruhan PT sebagaimana yang dinyatakan dalam Akta Pendiriannya, yaitu nilai
yang menunjukkan besarnya nilai perusahaan. Modal ditempatkan adalah bagian
Modal Dasar yang wajib dipenuhi/disetor oleh masing-masing para pemegang saham
kedalam perusahaan, sedangkan Modal Disetor adalah Modal Ditempatkan yang
secara nyata telah disetorkan.
Untuk menjalankan perusahaan,
sebuah PT dilengkapi organ-organ yang memiliki fungsi masing-masing, yaitu:
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut
Undang-undang Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Dewan Komisaris dalam batas-batas yang ditentukan dalam undang-undang tersebut.
Secara umum, tugas RUPS adalah menentukan kebijakan perusahaan. Direksi adalah
organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan, sehingga Direksi dapat mewakili perseroan itu baik di dalam maupun
di luar pengadilan. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap
perseroan, baik secara umum maupun secara khusus, termasuk memberi nasihat
kepada Direksi. (Legal Akses).
Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan adalah badan usaha
yang mengumpulkan asset dalam bentuk dana dari masyarakat dan disalurkan untuk
pendanaan proyek pembangunan serta kegiatan ekonomi dengan memperoleh hasil
dalam bentuk bunga sebesar prosentase tertentu dari besarnya dana yang
disalurkan. Sekalipun perbankan kovensional telah menjadi bagian utama dalam
menjalankan roda ekonomi namun masih banyak kalangan ulama menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari
aktivitas perbankan tidak sesuai dengan ajaran islam. Sejalan dengan itu
terakhir muncul lembaga keuangan dalam konsep ekonomi islam yang dikenal dengan
perbankan syari’ah, namun faktanya pemakai jasanya perbankan syari’ah juga
banyak dari kalangan non-islam. Lembaga keuangan merupakan bagian utama dari
sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa
keuangan. Lembaga keuangan utama adalah Bank. Dengan bantuan lembaga keuangan
para pelaku usaha dapat melakukan transaksi keuangan dalam jumlah besar yang
tidak mungkin dilakukan secara tunai.
Klasifikasi Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan (atau sering juga
disebut Iembaga intermediasi) dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya
menghimpun dana dari masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga
keuangan dapat dibedakan menjadi lembaga keuangan depositori (depository
financial institution) dan lembaga keuangan non¬depositori (non depository
financial institution).
Lembaga keuangan depositori atau
sering juga disebut depository intermediary. Lembaga keuangan ini menghimpun
dan secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya
giro, tabungan atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit
surplus. Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi
kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti
ini adalah bank-bank.
Lembaga keuangan non depositori
atau sering juga disebut lembaga keuangan Non bank. Lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions) yaitu menarik
dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung
terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi, program pensiun.
Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan
dana pensiun.
Lembaga keuangan investasi
(investment institution) misalnya perusahaan efek, reksa dana. Lembaga keuangan
bukan bank lainnya yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan
(finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak
piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit.
Peran Lembaga Keuangan Dalam Proses Intermediasi
Intermediasi keuangan adalah
proses/kegiatan pengalihan dana dari penabung (ultimate lenders) kepada
peminjam (ultimate borrowers). Proses intermediasi dilakukan oleh lembaga
keuangan dengan cara membeli sekuritas primer yang diterbitkan oleh unit
defisit dan dalam waktu yang sama lembaga keuangan mengeluarkan sekuritas
sekunder kepada penabung atau unit surplus. Sekuritas primer antara lain dapat
berupa saham, obligasi, commercial paper, perjanjian kredit dan sebagainya.
Sementara yang termasuk sekuritas sekunder adalah giro, tabungan, deposito
berjangka, sertifikat deposito, polis asuransi, reksa dana dan sebagainya.
Fred C. Yeager, Dalam Bukunya
Financial Institutions Management Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi
memiliki peran yang sangat strategis dalam proses intermediasi keuangan scbagai
berikut:
Pengalihan aset (asset
transmutation) Untuk memenuhi kebutuhan dananya, unit ekonomi menerbitkan
sekuritas primer yang jangka waktunya dapat disesuaikan dengan keinginan dan
kebutuhannya. Surat-surat berharga yang diterbitkan oleh unit defisit
kemungkinan jumlah, jangka waktu dan bentuknya berbeda dengan kebutuhan unit
surplus. Lembaga keuangan memecahkan masalah tersebut dengan membeli sekuritas
primer tersebut dengan menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan
sekuritas sekunder. Dengan menerbitkan sekuritas sekunder untuk ditukarkan
dengan dana unit surplus dan kemudian menukarkannya dengan sekuritas primer
yang dikeluarkan unit defisit. Lembaga keuangan mengubah sekuritas unit surplus
menjadi kewajiban. Proses pengalihan dari kewajiban menjadi kekayaan disebut
Transmutasi aset.
Likuiditas berkaitan dengan
kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan.
Realokasi pendapatan. Untuk
merealokasi penghasilan pada dasarnya dapat saja membeli dan menyimpan barang
misalnya rumah, tanah dan sebagainya, namun dengan memiliki sekuritas sekunder
yang dikeluarkan lembaga keuangan misalnya simpanan di bank, polis asuransi
jiwa, reksa dana, program pensiun dan sebagainya, akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan alternatif pertama. Karena Rumah tangga umumnya digunakan
untuk tujuan yang bersifat konsumtif dan bukan untuk peningkatan pendapatan di
masa yang akan datang. Sementara unit usaha, penerbitan sekuritas primer untuk
tujuan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
Transaksi. Sekuritas sekunder yang
diterbitkan Iembaga intermediasi keuangan seperti rekening giro, tabungan,
deposito berjangka atau sertifikat deposito dan sebagainya, merupakan bagian
dari sistem pembayaran / transaksi.
Bentuk Kerjasamanya
Dewasa ini hampir tidak ada satu
orangpun yang bisa melakukan usahanya dengan hanya mengandalkan dirinya
sendiri, apalagi jika usaha itu sudah tergolong skala besar. Ada banyak faktor
yang menjadi penyebabnya, antara lain karena keterbatasan modal, keterbatasan
skill, ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut maka berkembanglah apa yang dinamakan kerjasama.
Sebagai dasar dari kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang disebut dengan
Perjanjian Kerjasama.
Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3
pola, yaitu :
1. Joint Venture (Usaha Bersama);
2. Joint Operational (Kerjasama Operasional); dan
3. Single Operational (Operasional Sepihak)
1). Joint Venture.
Joint Venture adalah merupakan
bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir semua bidang usaha, dimana
para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk membentuk badan usaha yang mengelola
usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik
garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing- masing pihak menyerahkan
sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.
2). Joint Operational.
Joint Operational adalah bentuk
kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang
dilaksanakan merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah
beroperasional,
dimana pihak investor memberikan
dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang semula merupakan hak /
wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan
usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional
(KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk pengembangan jaringan pemasangan
telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC yang sahamnya dimiliki PT.
Telkom dan PT. X.
3). Single Operational.
Single Operational merupakan bentuk
kerjasama khusus dimana bidang usahanya berupa “bangunan komersial”. Salah satu
pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak
lain – investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas
tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasionalkan
bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee
tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional
berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial
diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini
lasimnya disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah :
BOOT (Build, Own, Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer) dan
BOO (Build, Own and, Operate).
Sumber:
[Sumber Satu] [Sumber Dua]
0 comments:
Post a Comment